Tari Tayub Dan Kerseus
Tari Tayub atau Ibing Tayub, merupakan salah satu jenis Tari pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Istilah “Tayub” pada Ibing Tayub, sejalan dengan sejarah perwujudannya, yakni berasal dari bahasa Jawa “Sayub” atau “Anayub”. Tarian ini muncul di Jawa Barat, terutama di Sumedang, dan perkembangannya berawal ketika Sumedang diperintah bupatinya yang ke-18 yaitu Pangeran Suria Kusumah Adinata (1836-1882). Seperti halnya Tembang Sunda Cianjuran dan seni Degung, Ibingan Tayub pun merupakan kesenian menak.Pada mulanya Tarian ini merupakan tarian khusus bagi para priyayi pendopo kabupaten sebagai Tari Kalangenan kaum pria menak.
Pada awal kemunculannya tarian ini hanya merupakan gerakan-gerakan tari apa adanya menurut keterampilan masing-masing penari. Karena pada dasarnya tayuban merupakan sebuah ajang unjuk gigi dan mengangkat derajatnya sebagai kalangan terhormat. Tarian ini mengungkapkan kegembiraan dan gerakan-gerakannya pun merupakan sebuah improvisasi serta kreativitas sang penari secara spontan. Dengan demikian gerakannya seolah-olah bebas asal sesuai saja dengan bunyi gamelan yang mengiringinya.
Selanjutnya berkembang kearah gerakan-gerakan tari yang sudah dianggap mapan. Penyempurnaan tarian ini disebabkan karena setiap penari, para pejabat pemerintahan (Gouverment) ingin memperlihatkan kepandaian menarinya kepada atasannya. Untuk meningkatkan gerak-gerak tariannya, maka tarian tayub ini dilengkapi dengan gerak-gerak tari yang ada dalam Topeng Cirebon, di samping gerak tari dari pencak silat. Itulah sebabnya dalam tarian tayub yang hidup sekarang, tampak adanya gerak-gerak tari gabungan antara tari Wayang, Topeng Cirebon, Pencak Silat dll. Dan sebagai tarian dari golongan ningrat, tarian ini ditampilkan dalam suasana resmi dengan tata krama yang tertib.
Sumber foto: Nanda Septiyanti Hapsoh
Tarian yang hanya dibawakan oleh golongan pria ini, tema geraknya menggambarkan sikap jantan dan satria. Gagah, luwes. Tertib dan sopan untuk mengekspresikan kalangan menak di zaman kerajaan di masa silam. Pakaiannya merupakan pakaian para menak zaman dahulu yaitu menggunakan Sinjang, Jas agak pendek, Kemeja putih, Dasi kupu-kupu, Udeng serta aksesoris lainnya yang berkualitas tinggi antara lain Bnten dari bahan beludru, Keris dan tali Jam kantung dengan jamnya. Warna pakaian harus serasi antara Jas, Udeng dan Sinjang sesuai dengan selera menak.
Tarian tayub biasa diiringi seperangkat gamelan lengkap termasuk dengan nayaga dan pesindennya. Gamelan tersebut dapat menggunakan gamelan dengan laras Saléndro atau Pélog. Adapun lagu-lagunya sesuai dengan kehendak penari tayub itu sendiri. Bagi para menak yang biasa menari tayub, mereka mempunyai kostum lagu masing-masing. Yang dimaksud kostum lagu disini yaitu lagu kesenangannya dalam menari. Lagu-lagu tersebut antara lain Banjar Sinom, Sulanjana, Udan Mas, Karang Nunggal, Macan Ucul, Renggong Bandung dll.
Sebagai tarian yang merupakan tari pergaulan, cara pergelaran tari tayub tidak dapat di sembarang tempat. Pergelaran tari ini baru berlangsung jika kebetulan yang punya maksud atau hajatan sengaja menyiapkan perlengkapan untuk kepentingan tarian ini. Kelengkapan tersebut antara lain: Seperangkat gamelan lengkap dengan para nayaga dan pesindennya, Arena untuk pentas yang memadai baik panggung maupun tempat khusus, menghadirkan calon/para penarinya, dan undangan pertemuan yang dapat menunjang situasi pergelaran.
Pergelaran Tari Tayub diawali dengan tampilnya seorang atau lebih penari pembantu, yaitu penari yang tugasnya melayani tamu yang akan dijadikan penari. Penari pembantu disertai seorang mojang yang membawa sampur, yaitu selembar kain panjang yang lebarnya antara 20-30 cm yang diberi alas baki. Penari pembantu ini menari sopan, bergerak menuju tamu yang akan menari. Baki yang berisi sampur diserahkan kepada calon penari yang duduk ditempat undangan dengan gerakan tari. Setelah sampur diambil oleh tamu tersebut selanjutnya tamu tersebut menuju ke tengah-tengah arena pertunjukan.
Gending gamelan menyesuaikan dengan permintaan si penari, dan tarian pun berlangsung dengan sang penari utama berada di depan dan penari pembantu berada di belakang. Jika penari utama kelelahan, tarian dapat berhenti sejenak dan penari utama disuguhi minuman yang diberikan oleh penari pembantu. Dan jika penari utama selesai menari, sampurnya diserahkan kembali kepada penari pembantu.
Sebagai tari pergaulan gerak-gerak tarian tayub lebih bebas sesuai dengan kemampuan si penari. Begitu pula cara menarinya dapat berganti-ganti antara para undangan yang satu dan yang lainnya. Kadang-kadang penampilan tari tayub dibawakan secara bersama-sama, namun setiap penari dapat menampilkan gaya masing-masing.
Ibing tayub bagi yang pada mulanya hanya merupakan tari pergaulan, selanjutnya berkembang menjadi tarian bentuk hiburan. Tari tayub dalam hal ini menjadi bentuk mandiri yaitu menjadi tarian yang berpola dengan tatanan gerak yang beraturan. Bentuk baru ini selanjutnya dinamakan Tari Keurseus. Sebagai jenis tari pertunjukan, tari tayub gaya baru ini dapat depergelarkan dimana saja dan kapan saja. Baik di panggung tertutup maupun di gedung-gedung pertunjukan tanpa terikat oleh tata cara pergelaran ibing tayub semula.
Penamaan tari keurseus diawali pada sekitar pertengahan abad XX. Pada masa itu banyak orang yang ingin menguasai tari tayub yang baik. Untuk itu mereka belajar tari tayub secara intensif kepada guru-guru tertentu. Ibing Keurseus sebagai pengembangan dari Tari Tayub merupakan lambang status kehalusan budi kaum menak. Para menak waktu itu biasa mengadakan pesta dengan menari, dan di mata khalayak umum menak yang tidak bisa menari sangat memalukan. Oleh karena itulah setiap menak akan selalu meningkatkan keahliannya dalam menari.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam proses belajar, dibuatlah pola-pola yang beraturan. Gerakan yang bebas itu akhirnya berpola kepada metode tertentu, dan jadilah tari tayub yang tidak bebas lagi. Karena tarian ini diperoleh melalui kursus yaitu belajar dari paguron tertentu, maka tari tayub bentuk ini dinamakan Tari kursus (keurseus). Sekalipun namanya telah berubah menjadi tari keurseus, namun pakaian tarinya tetap seperti tari tayub, demikian juga gending pengiring serta lagu-lagunya tetap seperti semula.
Baik tari tayub maupun tari keurseus dalam pertunjukannya selalu menggunakan dua tempo iringan gending yaitu tempo lamban dan tempo cepat yang dalam istilah kaarawitan disebut embat lalamba dan embat keringan. Lagu-lagu yang sering dipakainya antara lain: Karawitan, Gawil Bem, Banjar Sinom, Udan Mas, Renggong Bandung, Tablo, Bendrong, Waled, Karang Nunggal, Panglima, Gunungsari, Kulu-Kulu Gancang dan Macan Ucul.
(Sumber deskripsi buku Ragam Cipta oleh Atik Soepandi S.Kar, Drs. Enip Sukanda.P, Drs. Ubun Kubarsah.R dan buku Deskripsi kesenian Jawa Barat oleh Ganjar Kurnia dan Arthur S Nalan)
Penulis : Yayan Supriyatna
Nim : 18123008
Komentar
Posting Komentar