Degung

DEGUNG

     Seperti halnya tembang sunda cianjuran, Degung lahir pada lingkungan pendopo kabupaten cianjur pada sekitar abad XIX. Pada mulanya kesenian ini hanya ditampilkan dalam acara-acara tertentu saja. Degung ditampilkan jika ada perayaan di pendopo kabupaten baik pesta peringatan resepsi hajatan, atau menyambut tamu hormat.
Sumber Gambar : Yayan Supriyatna Tugas Akhir Jurusan Karawitan SMK Pangeran Arya Suria Atmadja Tahun 2018

      Untuk sajian seni degung sejak saat muharam ( Julukan untuk kanjeng RAA Wiranata Kusuma) dibuat panggung khusus di halaman pendopo kabupaten bandung – sebelah selatann alun-alun Bandung sekarang. Tinggi panggung sekitar 10 meteranyang cukup untuk menampung seperangkat gamelan degung beserta para pangrawitnya.
  Seni Degung pada mulanya hanya dimainkan oleh kaum laki-laki bentuk sajian musiknya hanya instrumentalisnya saja, tanpa dibarengin dengan vokal. Seni degung bukan merupakan seni tontonan tetapi hanya kesenian untuk didengarkan saja.
 Sebagai seni karawitan instrumentalis, lagu-lagunya pun sengaja diciptakan hanya untuk sajian seni instrumental saja. Oleh karena itu komposisi lagu-lagu degung mempunyai warna khas sesuai dengan warna suara nada-nadanya, yaitu laras degung – bukan pelog atau salendro. Jika dilihat dari jenis karawitannya, komposisi lagu-lagu degung asli (disebut juga lagu-lagu degung klasik atau lagu ageung).
Hal yang seolah-olah sekar tandak, karena iramanya dapat diukur dengan ketukan yang konstan. Namun jika diukur dengan  wiletan ternyata tidak tetap. Begitu juga googngnya tidak seperti untuk sekar tandak. Ada lagu yang baru 16 ketuk goong ternyata lagunya belum selesai. Baru setelah 32 ketuk goongan akhir. Yang hidup di masyarakat kini hanya tinggal gamelannya, sebab seninya sudah diganti dengan lagu-lagu kliningan atau lagu-lagu ciptaan baru. Malah penampilan seni degung, kadang-kadang berubah jadi seni seni jaipong yaitu gamelan degung digunakan untuk mengiringi penari jaipongan.
     Untuk apresiasi bagaimana lagu-lagu degung asli, atau lagu-lagu degung klasik dapat didengarkan lewat rekaman kaset degung “jaka bandung” yang ditampilkan oleh pengrawit RRI Bandung melalui rekaman hidayat record. 
     Yang disebut kesenian degung adalah kesenian khas sunda yang dalam penyajiannya menggunakan seperangkat gamelan degung yang ditampilkan oleh para pengrawit dengan menggunakan pakaian khas sunda di tempat pentas; berupa panggung atau tempat pementasan kesenian di gedung-gedung pertemuan.
Gamelan degung terdiri dari 7 waditra pokok yaitu : 
1. Bonang; 2. Saroon (Panerus); 3. Saron (Cempres); 4. Jenglong; 5. Goong; 6. Kendang dan kulanter; 7. Suling degung.

Sumber Gambar : Yayan Supriyatna Tugas Akhir Jurusan Karawitan SMK Pangeran Arya Suria Atmadja Tahun 2018

   Dalam memainkan lagu-lagu degung klasik, bonang merupakan waditra inti, seperti halnya kecapi inding dalam cianjuran. Keseluruhan alur lagu-lagu degung biasa dibawakan oleh bonang. Sedangkan cempres berperan mengisi celah-celah bunyi panerus secara melodis. Jenglong berfungsi sebagai penegas alur lagu secara konstan pada tiap sekuen, frase dan kalimat lagu, sedangkan goong dibunyikan pada akhir kalimat lagu.
Perkembangan degung terjadi pula pada laras atau surupan yang digunakan, yaitu masuknya nada-nada sisipan nyorog dan bungur. Degung klasik yang asalnya berbentuk instrumentalia menjadi bentuk sekar dan gending, misalnya titisan degung. Yang disebut seni degung sekarang hanyalah waditra gamelannya saja yang digunakan, sebab lagu-lagunya kebanyakan sudah bukan lagu-lagu degung klasik dalam bentuk instrumentalia lagi. 

Penulis : Ari Yanuar
Nim : 18123009
Sumber : Buku Ragam Cipta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tari Wayang

Gending Karesmen

Tari Umbul